Friday, August 8, 2008

Kekuatan Dari Penemuan Kultur Kita

Lihatlah Negara Cina saat sekarang ini. Negara ini tidak punya banyak kandungan minyak bumi pada tanahnya tetapi dapat survive dengan bagus sebagai salah satu negara adidaya yang kekuatannya telah menggetarkan Amerika yang lebih dulu telah mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara super power. (Meski pengakuan tentang kebesaran Cina sudah diakui dalam perjalanan sejarah yang panjang di masa lalu). Cina hari ini telah memiliki posisi tawar tertinggi serta terkuat di dunia dalam bidang ekonomi.
Ternyata ada 3 hal yang telah membawa Cina sampai sejauh ini. Yaitu bahwa Cina, baik pemerintah maupun rakyatnya memiliki talenta kuat sejak jaman peradaban awal manusia yang terus dipertahankan hingga hari ini. Tiga talenta itu adalah: adanya kultur bisnis, kultur kerja keras dan kebanggaan yang amat tinggi terhadap negaranya. Tiga aspek ini telah memegang peranan sentral dalam pembangunan RRC yang melesat cepat. Tidak ada negara yang saat ini mampu menandingi kinerja ekonomi Cina yang pertumbuhannya tidak pernah dibawah 9% selama 20 tahun terakhir. Memang sempat ambruk di masa lalu karena talenta tersebut dibenamkan rezim Mao pada era kebudayaan, saat itu perekonomiannya hampir berada dititik nol. Ketika harus berubah, maka Deng Xiao Ping membangkitkan kembali kultur tersebut sehingga Cina menemukan kembali kebesarannya serta menapaki jalan suksesnya lagi.

Kultur adalah kekuatan yang memiliki daya ubah, bahkan sering merubah orang tanpa orang menyadarinya. Meski tidak ada aturan yang tertulis di depan pintu rumah saya bahwa "tamu harap menjaga kebersihan dan bersikap sopan" tetapi setelah Anda memasuki rumah saya maka akan ada atmosfir dan kekuatan yang mendorong Anda untuk dengan sendirinya tidak membuang sampah permen Anda sembarangan dan meletakkan kaki Anda di atas meja ruangan tamu saya. Bahkan saya tidak melarang Anda untuk melakukannya. Anda melakukannya sendiri tanda sadar. Ini dikarenakan budaya kebersihan dan kesopanan di rumah saya yang dicontohkan dan dihidupi oleh seluruh anggota keluarga saya. Nah, walaupun saya sebagai pemimpin institusi keluarga, merupakan sumber ditentukan dan dihidupinya sebuah nilai namun pada akhirnya kultur tersebut menjadi bagian dari kehidupan normal setiap anggota keluarga saya. Dan kultur tersebut telah menjadi kekuatan yang dapat menarik orang dalam radius medan magnetnya untuk mendorong orang berperilaku sesuai budaya yang ada tanpa orang tsb menyadarinya.

Nilai atau kultur/budaya adalah semacam kendaraan menuju visi. Dan visi seperti tujuan sebuah perjalanan. Kendaraan yang tidak tepat atau keliru akan membawa orang menjadi lambat atau bahkan tidak pernah sampai kepada tujuannya. Bayangkan jika kita bepergian ke kutub utara dengan delman atau becak. Visi tertentu akan dicapai dengan nilai atau budaya tertentu pula yang dikembangkan. Bagaimana mungkin bisa tercapai jika visi kita secara ekonomi menjadi salah satu macan Asia tetapi budaya kerja keras dan nilai-nilai bisnis yang tepat tidak kita kembangkan dalam diri kita sebagai bangsa? Budaya malas dan korupsi yang menggantikannya benar-benar malah pada kenyataannya membuat kita terpuruk sebagai bangsa.

Jika kita bertujuan sukses dalam bidang-bidang kehidupan kita maka pertanyaannya adalah: sudahkah kita kembangkan budaya merenungkan kebenaran sebagai gaya hidup kita yang terkuat untuk kita hidupi? "Janganlah Engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi RENUNGKANLAH itu SIANG DAN MALAM, supaya engkau BERTINDAK HATI-HATI sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan BERHASIL DAN engkau akan BERUNTUNG." (Yosua 1:8). Budaya merenungkan kebenaran adalah budaya sukses. Jika kesibukan kita merampas waktu-waktu kita untuk menghidupi kultur tersebut maka itu sama artinya dengan merebut jatah sukses kita.
Jika tujuan kita adalah menuntaskan amanat agung: "....jadikanlah semua bangsa muridKU..." maka sudahkah budaya "pergi" meninggalkan seluruh rasa nyaman dan daerah demarkasi kita menjadi kultur keseharian kita? Jika kita selalu ada di zona nyaman kita, tidak melayangkan pandangan keluar ke arah "ladang sudah menguning" dan kemudian melangkah pergi dari semua batasan kita untuk mencari "semua orang yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia" (Yoh 17:6) maka mungkinkah amanat agung terselesaikan di dalam hidup kita? Visi amanat agung perlu ditunjang pula oleh serentatan kultur amanat agung ...salah satunya seperti kultur "makan dan minum bersama pemungut cukai dan orang berdosa" (Luk 7:34).

Temukan visi sekaligus kulturmu! Datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu !

Sunday, August 3, 2008

Digerakkan oleh Jam atau Kompas?

Dalam bukunya "First Things First", Steven R.Covey menyatakan tentang 4 macam kuadran yang menggambarkan macam-macam manusia dalam hal menghidupi kehidupannya dan bekerja. Jenis yang pertama adalah manusia yang berada di area kuadran pertama yang berarti berfokus mengerjakan hal-hal yang "penting dan mendesak" (misal: membayar hutang yang jatuh tempo). Tiga tipe kuadran berikutnya adalah "penting tetapi tidak mendesak" (mis: persiapan sebelum bekerja, istirahat, rekreasi, membaca, berdialog dengan pakar,merenung, dsb), "tidak penting tetapi mendesak" (mis: memperbaiki alat-alat keperluan rumah tangga yang kurang perawatan) dan "tidak penting dan tidak mendesak" (mis: membuang waktu dengan menggosip).

Kita sering tidak waspada dan menyadari pentingnya hidup dalam kuadran: "tidak mendesak tetapi penting." Menurut Steven R.Covey, orang yang sukses adalah orang yang hidup dalam kuadran "penting tetapi mendesak". Orang-orang sukses dalam kerja dan kehidupannya seringkali adalah orang yang dipandu oleh "kompas" bukan "jam"...arah dan bukannya sekedar kepiawaian manajemen waktu.

Saya setuju dengan pendapat tersebut. Kenyataannya sering saya lihat orang yang sangat sibuk tetapi sebenarnya tidak ada hal yang langgeng dan berkualitas yang sedang dia bangun. Hanya sekedar sibuk. Mungkin orang-orang seperti itu berpikir bahwa makin sibuk maka makin merasa sedang berbuat sesuatu yang efektif dan mulia. Sementara hal tersebut sering tidak ada korelasinya, yaitu antara sibuk dan produktif. Yang lebih disayangkan lagi jika ada jenis orang yang pergerakan hidupnya, dengan kegiatan super sibuknya, hanya berdasar pada sasaran dan motif yang tidak esensial.(mis: cinta uang). Jujur saja "virus" tersebut sering terjangkit dalam area pelayanan Kristen.

Mencontoh dari Yesus, maka Dia mendedikasikan seluruh masa pelayananNya untuk membangun orang, bukan pelayanan. Dia jelas tidak malas namun seluruh waktunya sungguh-sungguh punya arah, ber-visi, penuh esensi dan segala hal dalam hidupNya saling terhubung untuk satu tujuan saja: dinyatakanNya Kerajaan BapaNya.

Bagi pelayan-pelayan mimbar memang patut memperhatikan hasil penelitian sebuah riset pertumbuhan gereja yang menyatakan bahwa kotbah mimbar hanya memiliki pengaruh 20% saja dalam rangka mendukung tingkat pertumbuhan rohani jemaat dan komunitas. Selebihnya memang urusan mempersembahkan seluruh kehidupan, konsentrasi, waktu dan segala yang kita punya bagi pekerjaan membangun orang-orang yang Bapa berikan kepada kita. Lebih dari sekedar berpikir sukses, maka seyogyanya kita harus mulai berpikir suksesi...menginvestasikan seluruh hidup kita demi munculnya generasi berikut yang lebih baik. Doa Yesus sebelum Dia mati yang terdapat di dalam Injil Yohanes pasal 17 adalah sebuah doa yang mengandung laporan kepada BapaNya mengenai seluruh misi yang Dia emban selama di dunia dan menariknya doa laporan tersebut bukan tentang semua aktifitas berbagai macam pelayanan yang sudah Dia lakukan dari menyembuhkan banyak orang sakit atau mengusir setan namun laporan tersebut hanya berisi mengenai segala macam hal yang sudah Dia lakukan terhadap muridNya selama Dia hidup dekat bersama mereka. Dalam laporan melalui doaNya kepada BapaNya itu maka Dia berkata: "Aku telah menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan padaKu.." Itulah arti "menyelesaikan pekerjaan" bagi Yesus...Dia membangun orang-orang yang Bapa berikan dan percayakan bagiNya!

Adakah Anda sudah mempunyai "orang-orang yang Bapa berikan" padamu? Dibangunkah mereka olehmu? Sudahkah mereka ada dalam proses suksesimu? Kepada apa dan siapa kau investasikan waktu berkualitasmu? Kesibukan seperti apakah yang Anda miliki dan produktifkah itu jika dikaitkan dengan kehendak Allah dalam hidupmu? Anda sedang menghidupi kuadran "mendesak tetapi tidak penting" atau "penting tetapi tidak mendesak"? Kehidupanmu dipimpin dan digerakkan oleh jadwal atau visi yang esensi? Anda berfokus pada "jam" atau "kompas"?



"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12).

Saturday, July 19, 2008

KEBENARAN BERDASARKAN FAKTA & REALITA

Yohanes 8:32, "... dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." Selama ini kita telah dengan sangat mahir mengucapkan ayat ini, tanpa (mungkin saja) memahami maksud inti di dalamnya. Ketika Alkitab menyinggung tentang ‘kebenaran’, kata yang dipakai adalah "ALETHEIA", yang lebih mengacu kepada penyampaian sebuah kebenaran berdasarkan fakta dan realita. Fakta dan realita adalah sesuatu yang tidak terbantahkan. Pada kenyataannya, kebenaran yang disampaikan tanpa sokongan fakta dan realita, ternyata tidak akan menuntun orang kepada sebuah kemerdekaan yang sejati dalam kehidupan mereka.
Dalam penyampaian kebenaran, banyak orang lebih mengacu kepada pernyataan yang bersifat asumtif. Bukan hanya itu, banyak yang menyoroti pengalaman pribadi, ajaran turun-temurun dan mengemasnya menjadi sebuah kebenaran baru yang tanpa dasar. Dampak yang dihasilkan adalah lebih banyak orang menjadi semakin terjerat pada kehidupan dan praktek agama, yang ternyata semakin mengikat dan menjauhkan mereka dari gaya kehidupan Kerajaan Allah.
Sebagai contoh, dalam Markus 12:41-44, kebenaran memberitahukan kepada kita bahwa ketika orang menyoroti makna sebuah pemberian pada jumlah, Yesus lebih menyoroti pada sisi pengorbanan. Buat Yesus, jumlah bukanlah persoalan inti, makna pemberian sebenarnya terletak pada pengorbanan yang terhisap di dalamnya. Bukankah ini adalah kabar baik yang memerdekakan bagi semua orang? Orang dapat memberi dengan merdeka, walau pun sedikit jumlahnya, namun ketika mereka memberi dengan motivasi benar dan sebuah pengorbanan, Tuhan menyoroti dan menghargainya. Beberapa waktu yang lalu, saya mendengar keluh kesah dari seorang wanita yang berkata bahwa setelah mendengarkan sebuah khotbah tentang memberi, dia merasa bersalah apabila tidak memberi dalam jumlah besar. Dalam tekanan, akhirnya dia memutuskan untuk memberi juga dalam jumlah yang besar. Memberi dalam tekanan karena rasa bersalah bukanlah sebuah kebenaran yang memerdekakan. Alkitab berkata bahwa orang harus memberi dengan sukacita dan tanpa paksaan. Fokus yang diajarkan oleh Yesus adalah bukan jumlah, namun hati yang mencintai Tuhan sehingga membuat kita memutuskan untuk berkorban bagi Dia.
Matius 15:1-14, sementara orang menitikberatkan tentang persoalan “berbicaralah menggunakan hikmat” karena berupaya untuk menghindari aniaya, (atau mungkin) karena takut teraniaya, Yesus justru mengajarkan hal yang berbeda. Yesus memilih untuk berbicara secara terus terang berdasarkan fakta dan realita. Yang menajiskan orang bukan saat di mana mereka tidak mengerjakan peraturan agama dan adat istiadat, sebab yang menajiskan orang adalah persoalan hati mereka. Dengan kata lain, fakta dan realita kebenaran yang diajarkan oleh Yesus adalah bahwa peraturan agama dan adat istiadat bukanlah hal inti yang harus menjadi prioritas. Kita tidak berdosa, jika kita tidak mengerjakannya. Sebab prioritas inti yang harus kita perhatikan adalah kebenaran dalam hati kita, yang akan menolong kita untuk merdeka dari segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Ketika hati terpenuhkan oleh kebenaran, orang akan mampu menghidupi gaya kehidupan berkerajaan. Bukankah berita ini akan memerdekakan orang dari belenggu liturgis yang mencondongkan kita ke arah perilaku agama?
Sebagai orang-orang yang bertanggung jawab untuk menyuarakan kebenaran, kita perlu mencermati kembali kebenaran seperti apakah yang telah kita beritakan. Apakah sebuah kebenaran tak berdasar dengan kemasan super, sebagai upaya agar kita lebih diterima dan disukai orang, lebih terkenal dan berpenghasilan lebih? Ataukah sebuah kebenaran berdasarkan fakta dan realita yang akan menuntun orang lain kepada kemerdekaan dari semua belenggu yang akan membatasi mereka untuk semakin maksimal dalam Kerajaan Allah?
Saya rasa adalah baik bagi kita untuk menyelami kembali –
makna kehidupan dan berita kebenaran yang disampaikan oleh Kristus – dalam setiap perenungan kita secara pribadi. Sehingga biarlah dalam setiap pemberitaan kebenaran, kita hanya akan menyampaikan fakta dan realita yang memerdekakan orang, tanpa menyisipkan kepentingan pribadi di dalamnya. Saya berdoa biarlah keberanian untuk menyuarakan kebenaran berdasarkan fakta dan realita, membuat kita menjadi terkenal sebagai pengikut jalan Tuhan yang terbiasa memikul salib dalam menapaki perjalanan kehidupan ini.



Wednesday, May 7, 2008

Huios jawaban atas Chaos

"Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu dihadapanKu, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya. Maka Aku mencurahkan geramKu atas mereka dan membinasakan mereka dengan api kemurkaan Ku; kelakuan mereka Kutimpakan atas kepala mereka, demikianlah firman Tuhan Allah." (Yeh 22:30-31).

Hal pertama yang dapat kita pelajari adalah bahwa metode Tuhan dalam mempertahankan dan menyelamatkan sebuah negara atau bangsa selalu memakai orang-orangNya menjadi kepanjangan tanganNya. Dia bisa saja melakukannya sendiri tetapi Dia memilih untuk melakukannya melalui umatNya. Ayat diatas cukup ironis...Tuhan mencari dan tidak menemukan orang-orang tersebut! Hari ini suasana Indonesia dan bangsa-bangsa seperti menanggung geram dan murka Tuhan karena kelakuan umat manusia sendiri. Tidak ada jalan lain dan jawaban lain bagi bangsa ini dan umat manusia selain menggenapi Firman Tuhan: "Sebab dengan sangat rindu seluruh mahkluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. " (Roma 8:19). Di ayat sebelumnya, ayat 18, tertulis: "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan jaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." Konteks penderitaan sangat kental dalam rangka penyataan huios kepada seluruh makhluk. Anak Allah yang dewasa (huios) dinantikan bukan saja untuk memberi jawaban melainkan menjadi jawaban. Sungguh tak terbayangkan akibat murka Tuhan jika sekali lagi Dia tidak menemukan orang-orangNya. Keadaan manusia akhir jaman memang ada di dalam masa sukar seperti nubuatan Paulus di dalam 2 Tim 3:1, bahkan di dalam bahasa Gerika di tulis "masa yang sangat sukar". Alhasil tidak ada obat bagi bangsa-bangsa atas situasi ini selain menerima kiriman jawaban dari Allah: umatNya! Indonesia hari ini adalah sepotong dari bagian geografis dunia yang di dalamnya sarat problema: krisis pangan, serentetan bencana tak berkesudahan, kelangkaan minyak bumi, berbagai macam problem sosial yang menumpuk dengan bahaya seperti bom waktu, degradasi moral, nilai dan karakter yang meluluh-lantakkan semua bidang kehidupan, dsb. Krisis moneter dunia dan efek global warming saja pada hari ini telah membuat kekacauan (chaos) besar pada level dunia. Beras dan bahan pangan dunia yang menjadi langka sudah diramalkan akan memicu konflik perang antar bangsa dan saling mencaplok wilayah negara. Apapun keadaannya, gerejaNya ditengah dunia menjadi jawabannya! Itulah sebabnya kenapa perhatian terbesar Allah dalam sejarah dunia adalah membentuk umatNya dan mendewasakannya... sebagai bagian dari caraNya menjawab kehancuran dunia. Sejarah bukan saja soal "history" tetapi selalu "His story". Kalau begitu, apalagi pekerjaan terpenting kita selain "membangun" jawaban itu seserius Allah membangunnya? ProyekNya " I will bulit My church" selalu relevan. Apa mega project kita? Cintai dan bangunlah orang-orang yang Bapa berikan buat kita. Sekalipun nampaknya seperti langkah kecil di tengah dunia luas tetapi dengan itu kita telah terlibat serius dalam mempersiapkan "jawaban" ! Jika kita ada di jaman Yesus berjalan diatas muka bumi maka kita tidak akan yakin dengan efektifitas proyekNya dengan hanya membangun "12" Nya sebagai tujuan penting pelayananNya di muka bumi . Kita pasti berpikir "sangat kecil pekerjaanNya." Sekarang di jaman dimana kita hidup ternyata kita tidak meragukan dampak dari "hal kecil, sedikit dan singkat" dari yang pernah Dia lakukan. Semoga Dia menemukan orang-orang yang membangun "jawaban" bersamaNya. Do your best!

Thursday, April 10, 2008

The Great Omission

Saya kuatir judul diatas menjadi kenyataan kehidupan bergereja hari ini. Judul diatas memang plesetan dari the great commission (Amanat Agung), sedangkan judul "the great omission" diatas artinya adalah penghilangan atau penghapusan agung. Kekuatiran saya adalah mengenai hilangnya atau terhapusnya makna Amanat Agung yang sesungguhnya. Perhatikanlah bahwa ada 4 kata kerja di dalam Amanat Agung, "Pergilah", "Jadikanlah muridKU", "Baptiskanlah", "Ajarlah". Walaupun dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tidak jelas, tetapi dalam bahasa aslinya, yaitu dalam bahasa Yunani, tampak dengan jelas bahwa tiga dari keempat kata kerja di atas adalah partisip atau kata kerja bantu dan hanya satu yang imperatif- atau kata kerja yang berupa perintah. Kata kerja imperatif tersebut ialah Jadikan muridKU. Inilah sasaran Amanat Agung itu yang sesungguhnya. Jadi sebenarnya Amanat Agung bukanlah sekedar Amanat Penginjilan yang mendorong upaya-upaya mempertobatkan orang menjadi sekedar pengikut saja. Ditambah pula dengan kecanduan jumlah yang mendera kebanyakan gereja, terutama mega-church, maka semakin blur-lah amanat yang sesungguhnya. "Simpatisan", "orang banyak", "massa", "pengikut", jelaslah bukan sasaran utama Yesus. Murid-murid yang terdidik dalam proses sekolah kehidupan yang berani berkomitmen sebatas nyawa-lah yang menjadi target dan pengejaran utama Sang Guru. Adakah kita punya parameter yang lain dari perkembangan misi Kristen selain membangun murid-murid yang sekualitas Guru-nya? Orientasi yang hanya sejauh penginjilan saja, dengan fokus dan parameter melulu pada jumlah, terbukti telah mendegradasi kualitas manusia Kristen. Banyak persoalan yang seharusnya tidak perlu terjadi justru timbul di dalam dan di luar gereja karena ketiadaan atau terbatasnya manusia unggul dalam komunitas gereja. Alih-alih memiliki segudang murid unggul yang melepaskan pengaruh pada dunia, kita malah memiliki banyak persoalan ecek-ecek yang muncul karena banyaknya jumlah bayi-bayi rohani yang tidak terdidik di dalam karakter dan nilai-nilai yang sangat merepotkan pergerakan Kerajaan. Konsekuensi logis dari konsentrasi jumlah adalah semakin menggelembungnya jumlah bayi-bayi rohani yang tidak terlatih "menjungkir-balikkan dunia." Merupakan hal yang berbanding terbalik antara jumlah orang yang dibawa masuk ke dalam komunitas gereja dengan kesiapan serta kemampuan kita memuridkannya. Gereja-gereja yang terbiasa meng-kebaktian-kan Kekristenan dengan cara meng-entertaint orang-orang akan terbentur tembok besar yang menghadang yaitu pergerakan follow-up melalui "making disciples". Kita suka sekali "pergi" berkeliling, mem"baptis" orang-orang, dan "mengajar" umat Tuhan, namun sukakah kita me"murid"kan orang-orang yang Tuhan berikan bagi kita dengan melibatkan segenap milik kita sebagai ongkosnya? Memang tidak mudah dan tidak ada jalan pintas tetapi itulah AmanatNya bagi kita! Sementara itu sebuah proses pemuridan membutuhkan bukan hanya penyusunan program menarik dan menyiapkan serangkaian acara yang berbau entertainment saja tetapi lebih dari itu adalah kebutuhan akan waktu untuk pembagian hidup yang nyata, hubungan kuat yang terbangun dan bersifat pribadi, serta impartasi "jarak dekat" yang tidak mungkin dilakukan melalui mimbar hari minggu atau KKR di lapangan raksasa. Murid-murid pada dasarnya tidak dilahirkan begitu saja tetapi dibentuk dan dibangun dengan berbekal keseluruhan hidup kita. Tidak salah dengan "jumlah" dan "massa" , namun jika hal-hal tersebut menjadi pengejaran utama serta melupakan amanat Yesus yang sesungguhnya maka pertanyaannya adalah "benarkah itu semua merupakan kepentingan, kerinduan dan amanat Sang Raja yang terutama"? Bukankah gairah terbesarNya adalah memiliki murid-murid yang serupa dengan Dia? Atau jangan-jangan ada kepentingan lain di belakangnya?

Sunday, March 16, 2008

Dikotomi Golongan Imam dan Golongan Raja Yang Berbahaya

Masih ada saja orang-orang dan komunitas gereja yang memisahkan atau mengkategorikan orang-orang percaya ke dalam golongan imam dan golongan raja. Ini jelas-jelas merupakan pemahaman yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam sudut pandang terang Perjanjian Baru sebagai Perjanjian yang lebih kuat (Ibrani 7:22) dan lebih mulia (Ibrani 8:6). Di dalam era Perjanjian Baru kita semua adalah imam-imam dan di waktu yang sama kita semua juga adalah raja-raja. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri,...."(I Pet 2:9). "...Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya...." (Wahyu 1:5-6). "Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi."(Wahyu 5:10). Perjanjian Lama memang memisahkan golongan imam dan raja tetapi di dalam Perjanjian Baru tidaklah demikian. Tentunya kita tidak akan mengalami perjanjian yang "lebih kuat" dan "lebih mulia" jika kita tidak berpindah kepada era sebuah perjanjian yang baru. Alkitab menyatakan "Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya." (Ibrani 8:13). Jadi marilah kita melihat dari sudut pandang perjanjian yang baru. Di dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa status kita semua adalah imam-imam. Tidak ada lagi istilah "awam" (yang arti sebenarnya adalah "idiot"). Sejak tirai bait Allah terbelah dua di saat peristiwa kematian Yesus maka sejak saat itulah kita semua , semua orang percaya, mendapat akses penuh masuk ke "Ruang Maha Suci" untuk melaksanakan tugas-tugas keimamatan kita. Keimamatan telah bergeser dari keimamatan berjenjang ( yang membedakan golongan imam besar, imam-imam biasa dan awam) menjadi keimamatan orang percaya., kita semua imam. Tidak ada imam-awam, yang ada adalah kita, imam-imam, dan Kristus Yesus sang Imam Besar kita. Bukan hanya itu, kita semua juga telah ditebus oleh darahNya untuk dijadikan imam-imam bagi Allah yang memerintah sebagai raja di bumi.(Wahyu 5:10) . Imam mempunyai tugas melayani dan raja gambaran dari otoritas dan pemerintahan. Jadi kita semua adalah imamat yang rajani (royal priesthood)...melayani dengan otoritas Kerajaan! Pemahaman berbahaya yang beredar selama ini di kalangan tertentu adalah adanya golongan para imam dan golongan para raja di dalam gereja Tuhan. Biasanya, menurut pemahaman tersebut, raja mewakili kaum pebisnis yang bekerja di tempat "sekuler" atau market place dan imam mewakili golongan para pendeta, "hamba-hamba Tuhan", atau pelayan-pelayan Tuhan yang menghabiskan waktunya untuk berkutat dalam aktifitas gerejawi. Dikotomi imam-raja tentunya akan berdampak beberapa orang merasa imam, bukan raja dan beberapa lagi merasa raja, bukan imam. Dampak lebih lanjut bisa saja memicu munculnya manipulasi, seperti yang penulis dengar langsung dari beberapa rekan yang sudah menyadari kekeliruan pemahaman ini, dimana imam-imam yang sebagian diantaranya cenderung cinta uang akan "memanfaatkan" golongan para raja sebagai mesin uang bagi kepentingan dirinya ( tentunya sebagian berkedok demi kepentingan misi dan visi dan kenyataannya ada "imam" yang mengalami kesulitan mempertahankan kemurnian nurani soal keuangan), disisi lain golongan raja merasa tidak perlu melakukan aktifitas keimamatan yang melayani. Golongan imam pun bisa saja menjadi tidak dapat tegas dan murni jika berhadapan dengan golongan raja (karena resiko keuangan) ; sementara itu golongan raja bisa saja jatuh dalam hal mengendalikan keputusan dan tindakan para imam melalui kekuatan sihir dari "uang". Resiko keterpelesetan tersebut bagaimanapun ada dan tidak dapat dinafikan. Pemahaman dikotomi imam-raja menurut saya sungguh membingungkan. Misalnya, bagaimana dengan status saya sekarang, dimana seorang Cornelius Wing dalam kesehariannya jelas-jelas bekerja sebagai konsultan bisnis bidang HRD di market place sementara di sisi lain juga melayani aktif di dalam tugas-tugas "keimamatan gereja" sebagai pengkotbah, pengajar untuk pemberdayaan kepemimpinan gereja Tuhan serta penatua dari beberapa komunitas-komunitas jemaat yang dirintis?(menurut pemahaman beberapa orang, itulah tugas-tugas keimamatan, meskipun bagi saya tugas-tugas keimamatan tidak sesempit itu). Jadi, bagaimana dengan saya... sebagai orang dari golongan raja atau golongan imam? Bagaimana dengan Rasul Paulus yang menunaikan tugas pelayanan sebagai rasul tetapi sementara itu di waktu yang sama dia juga membuat tenda untuk membiayai hidupnya dan pelayanannya sambil berkata: "supaya aku jangan menjadi beban bagi kamu...yang tidak bekerja janganlah ia makan"....Seorang imam atau raja-kah dia? Sejauh yang penulis amati dan pikirkan maka pemahaman yang keliru ini sangat rentan kepada manipulasi dari masing-masing golongan, lagipula dasar alkitabiahnya amat diragukan. Kitalah imam dan kitalah raja..yang mengabdi kepada Raja segala raja dan melayani sang Imam Besar kita, Yesus Kristus Tuhan. Worship Him only!

Monday, March 3, 2008

The Secret?

Ada banyak pertanyaan dari teman-teman yang ditujukan ke saya mengenai tanggapan saya terhadap buku dan VCD "The Secret" karangan Rhonda Byrne yang penjualannya lagi booming dimana-mana. Setelah saya menyimak dan membacanya maka saya berpendapat: dari sisi positifnya, meneguhkan tentang kekuatan dari sikap dan posisi mental yang positif. Ada kekuatan dari percaya, atau yang disebut iman. Lucunya beberapa statement di buku itu tentang "faith" sama dengan statement yang Alkitab tuliskan. Misalnya: jika kamu percaya bahwa kamu sudah menerimanya maka kamu akan menerimanya, dsb. Sisi bahaya dari buku dan vcd itu menurut saya, yang pertama adalah mengeksplorasi seluruh keinginan pembacanya untuk diwujudkan-- yang mana dasar dari keinginan tersebut bisa nafsu, hedonisme atau cinta uang. Keinginan tersebut dibuahi dan menjadi matang oleh watak dasar orang berdosa yang kemaruk..maka suburlah mimpi untuk meraih segalanya dengan mudah, tinggal pikirkan saja, kemudian menjadi positif dan percaya...tidak ada pemahaman proses bahkan cenderung menghindarinya. Pancingan yang membangkitkan keinginan itulah yang berbahaya.."dunia sedang lenyap dengan keinginannya."..kata firman Tuhan.
Yang kedua, meyakinkan pembacanya bahwa semua yang terjadi dan diberikan oleh "semesta" (istilah dibuku itu) adalah berasal dan berpusatkan pada "pengolahan kemampuan diri"..ini merupakan pemahaman New Age movement yang menganggap kita sendirilah tuhan yang bisa mewujudkan semua keinginan kita dalam hidup. Sebuah upaya menjadi Tuhan...seperti yang setan katakan kepada Hawa: kamu akan menjadi sama seperti Allah. Keyakinan yang jelas datang dari kegelapan.

Pemahaman-pemahaman yang ada dibuku itu seperti mengambil SEBAGIAN yang Alkitab tulis. Yang luar biasa, hukum-hukum dan prinsip di Alkitab sendiri terasa seperti menjadi hukum alam ,siapa saja yang melakukannya dan dengan motif apa saja, maka hukum-hukum tersebut akan bekerja. Misalnya seperti yang dijelaskan dalam buku Secret tentang "berilah maka kamu diberi." Sayang sekali.. hukumnya dilakukan, Sang Pemberi hukumnya dilupakan. Saya dengar bahkan buku dan pemahaman Secret menjadi sumber inspirasi beberapa pengkotbah! Oh...Sekali lagi penyesatan bisa terjadi karena memeluk kebenaran yang satu dan melepaskan kebenaran yang lain. Cintai Tuhan saja dan hukum-hukumNya! Renungkan firmanNya siang dan malam dan jadi seimbang. Be sharp!

Sunday, March 2, 2008

Ketidakseimbangan Seringkali Mengawali Penyesatan

Akhir-akhir ini semakin sering saya mendengar dan melihat praktek-praktek bergereja dan kehidupan kekristenan yang tidak seimbang. Beberapa fenomena diantaranya justru sudah dekat dengan penyesatan. Hal tersebut terlihat juga di dalam kehidupan yang dipertontonkan, pengajaran-pengajaran yang ditulis atau disampaikan melalui mimbar. Ironisnya sebagian orang langsung mengaminkan dan "tersihir" mengikutinya dan sebagian lagi bingung serta merasa "diombang-ambingkan berbagai angin pengajaran."
Misalnya, kecenderungan penekanan berita berkat dan minimnya berita salib tentunya sudah kita ketahui. Yang tentunya berakibat umat Tuhan menjadi hanya siap berkat dan siap senang tetapi tidak tahan dan tidak siap terhadap kesulitan, aniaya dan persoalan.(Yesus berkata bahwa syarat mengikut Dia adalah memikul salib dan sangkal diri). Berita yang kita terima menentukan jadi apa dan bagaimana hidup kita. Beritalah yang menjadikan kita. Jika berita hanya separo benar maka sama juga dengan berita yang berbahaya. Ada juga yang dengan bombabtis serta melalui cara yang fenomenal menekankan pergerakan kenabian dan upaya memberkati kota tetapi di saat yang sama melukai Tubuh Kristus sekota dengan sepak terjangnya bak "vaccum cleaner" ministry yang tidak peduli lagi perasaan dan hubungan dengan kawan-kawan hamba Tuhan sekota (melukai Tubuh Kristus berarti melukai Tuhan sendiri, seperti yang Yesus pernah katakan kepada Paulus disaat menjelang pertobatannya: Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku?). Ada yang sibuk membangun aktivitas sosial bagi kota dan sibuk dengan bangunan gereja yang megah tetapi mengalami masalah yang berlarut-larut dengan istri sambil menunjukkan sikap merasa benar (bagaimana mungkin memimpin jemaat Allah jika tidak dapat mengurus keluarga sendiri? Itu merupakan salah satu syarat kepemimpinan jemaat di dalam 1 Tim 3:15). Ada yang berbicara dan mengajarkan berita Kerajaan Allah tetapi dalam kehidupan, pelayanan dan bergereja bertindak seakan-akan dia sendiri rajanya, penuh kendali dan keputusan sendiri. Ada yang dengan semangat memberkati dan melengkapi yang lain tetapi disaat yang sama membangun mentalitas fotocopy dan membiarkan yang lain meng-cloning metoda serta caranya sendiri sampai orang atau kelompok lain kehilangan originalitas serta kehendak dan cara Allah yang unik bagi masing-masing komunitas (Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, dimanakah pendengaran? andaikata seluruhnya adalah telinga, dimanakah penciuman? 1 Kor 12:17-18). Masih banyak lagi yang lain yang meresahkan hati saya. Ini membuat saya semakin mengingat nasihat Paulus bagi diri saya sendiri juga: awasi dirimu dan awasi ajaranmu.
Alkitab menulis:"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik daripada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus."(Gal 1:6-7). Menurut saya tidak ada satupun kelompok orang percaya yang benar-benar kebal terhadap kemungkinan hilangnya keseimbangan ini. Bisa saja mereka menjadi ekstrem atau tersesat karena diputar balikkannya suatu pengajaran kebenaran sehingga menyimpang jauh dari tujuan semula. Karena "domba-domba" sangat mudah terpengaruh maka penyebab utama dari terjadinya penyimpangan yang ekstrem dan ketidakseimbangan biasanya adalah "gembalanya". Kepemimpinan seringkali mempunyai masalah besar dengan sifat-sifatnya sebagai manusia. Tidak bisa mengekang hawa nafsu dan tidak pernah bertobat dari "dosa yang tersembunyi" adalah salah satunya. Tidak berada dibawah kuasa Roh Kudus. Kalau kehidupan pribadinya diteliti maka mereka sebenarnya tidak tahu banyak dari kebenaran Firman Tuhan dan menghidupinya. Banyak juga diantaranya yang mempunyai cacat kepribadian dan karakter yang cukup serius atau mungkin menghadapi masalah pribadi. Biasanya itulah akar penyebab hilangnya keseimbangan. Kesombongan yang membuat seseorang tidak butuh nasihat orang luar (dengan spirit " tidak ada orang lain yang memiliki apa yang ada pada kami"), suka melebih-lebihkan kemampuannya, terlalu percaya kepada pendapatnya sendiri, ngotot kepada pendapatnya sendiri sekalipun salah, kesulitan untuk menyesuaikan diri; juga merupakan awal dari terjadinya ketidakseimbangan. Selain hal-hal tersebut maka yang tidak kalah berbahaya dan juga menjadi penyebab ketidakseimbangan adalah ketamakan dan cinta uang (yang menyebabkan eksplorasi teologia kemakmuran yang berlebihan), tidak menyukai proses dan terbiasa dengan berpikir "short-cut", pikiran dan wawasan sempit serta pandangan yang tidak obyektif, kurangnya evaluasi diri, dan lemahnya kerohanian serta kehidupan doa yang kuat sebagai sauh spiritualitas kepada pikiran dan hati Tuhan. Jadi jika kehidupan pribadi kita sendiri belum beres itu jelas akan mempengaruhi pengajaran dan keseimbangan kita. Doa saya,...supaya anugerahNya membawa kita "bertumbuh dalam segala hal ke arah Kristus." Be strong!

Saturday, February 23, 2008

PENYELARASAN CARA BERPIKIR

Kolose 3:1-2 menyinggung dua kata penting bagi kita yaitu “CARILAH” dan “PIKIRKANLAH.” Saat Paulus menyinggung tentang ‘carilah dan pikirkanlah perkara di atas’, yang sedang dia maksudkan adalah bahwa kita harus mencari dan memikirkan perkara Kerajaan. Saya jadi teringat dengan pernyataan Yesus dalam Matius 6:33, yang juga menyinggung hal yang sama --- “Carilah Kerajaan Allah dan Kebenarannya ...”. Setahu saya, apabila terjadi pengulangan dalam sebuah pengajaran atau pernyataan, maka hal tersebut tentulah merupakan sesuatu yang penting dan harus menjadi pusat perhatian serta pertimbangan kita.

Secara jujur, konsep ‘mencari dan berpikir Kerajaan Allah’ pada tahap awal merupakan sesuatu yang masih bersifat abstrak bagi saya. Itulah sebabnya saya mencoba untuk mencari tahu makna dari masing-masing kata tersebut di atas. Berikut adalah kesimpulan yang saya peroleh dalam pembelajaran pribadi.

  • Ketika Paulus menyinggung kata ‘carilah’ -- (zeteo), maka maksud inti dari Paulus adalah meminta agar jemaat di Kolose mencari dan menemukan Kerajaan Allah tersebut melalui sebuah proses merenung.

  • Di sisi yang lain, Paulus juga menyinggung kata ‘pikirkanlah’ -- (phroneo), yang sebenarnya memiliki maksud agar jemaat Kolose menyelaraskan cara berpikir mereka dengan cara berpikir Kerajaan, sehingga terjadilah sebuah harmoni di dalamnya.

Bagi saya, penemuan bermakna ini telah mengingatkan saya kepada beberapa cerita tertentu yang pernah terbaca dalam Alkitab sebelumnya. Dalam Matius 13:10-11, ketika murid-murid Yesus bertanya tentang mengapa Dia berkata-kata tentang Kerajaan Allah dengan menggunakan perumpamaan, maka jawab Yesus kepada mereka: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga...” Dengan kata lain, karunia itu sudah diberikan. Semua orang yang telah masuk dalam Kerajaan Allah, seharusnya memahami aturan main Kerajaan. Namun mengapa tidak banyak orang memahami nilai-nilai penting dalam Kerajaan? Ternyata karena kita tidak berupaya untuk menemukan rahasia dari Kerajaan dengan melalui sebuah proses perenungan. Kita ternyata lebih menyukai kegiatan plagiat. Mencangkok penemuan orang lain. Menyibukkan diri untuk mengejar sumber atau orang tertentu, supaya kita dapat menemukan sebuah pencerahan. Pada kenyataannya, apabila karunia dan proses perenungan digabungkan, maka sebenarnya kita akan menemukan penyingkapan rahasia Kerajaan yang ternyata tersembunyi bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan.

Paulus mengajarkan kita bahwa melampaui proses perenungan saja ternyata tidak cukup. Setelah kita mengalami penemuan makna Kerajaan, maka seharusnya kita berupaya untuk menyelaraskan cara berpikir kita dengan Kerajaan itu sendiri. Penyelarasan cara berpikir akan membuat kita dengan mudah menghasilkan tindakan-tindakan Kerajaan dalam kehidupan natural kita. Saya semakin yakin bahwa ternyata menghidupi aturan main Kerajaan sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang sukar bagi kita, apabila telah terjadi keharmonian berpikir antara kita dengan Tuhan. Roma 12:2 menegaskan kepada kita bahwa apabila cara berpikir kita telah mengalami penyelarasan dengan cara berpikir Tuhan, maka kita akan dapat membedakan mana kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Kekristenan akan menjadi sebuah kehidupan yang menyenangkan, berkualitas dan berkuasa.

Namun ternyata harus kita akui bahwa agama telah merupakan musuh terbesar yang menghalangi kita untuk menjadi manusia yang menghidupi aturan main Kerajaan. Mengapa? Sebab agama telah membuat orang lebih condong untuk memaksakan Tuhan menyelaraskan cara berpikir-Nya dengan manusia. Jika cara berpikir Tuhan tidak sesuai dengan cara berpikir kita, maka dengan sangat rela kita berani memutuskan untuk menyingkirkan cara berpikir Tuhan. Itulah sebabnya jika kita belajar Kolose pasal 2:16-23, maka kita akan menemukan bahwa agama telah dengan sengaja menutup diri bahkan membunuh cara berpikir Tuhan. Agama akan selalu menghasilkan orang-orang munafik, sangat jauh dari kualitas.

Saya baru mengalami pencerahan mengenai makna dari pernyataan “kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Kuasa perenungan, penemuan makna Kerajaan, penyelarasan cara berpikir kita dengan cara berpikir Kerajaan ternyata akan membebaskan kita dari belenggu agama. Sebuah belenggu yang akan semakin menjauhkan kita dari sebuah kehidupan yang berkerajaan.

Friday, February 15, 2008

Kenyang?

Firman Tuhan menceritakan: "Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepadaNya: Rabi, bilamana Engkau tiba di sini? Yesus menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang....Kata Yesus kepada mereka: Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi...Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: barangsiapa makan daripadanya, ia tidak akan mati." (Yohanes 6:25,26,35,48,49,50).

Ada beberapa hal dari ayat-ayat diatas yang kita bisa pelajari. Yang pertama, adalah fakta bahwa yang mengenyangkan orang-orang bukan tanda-tanda tapi "makan" kehidupan Yesus sebagai roti hidup. ALASAN MEREKA MENCARI YESUS ADALAH "MAKAN ROTI DAN KENYANG"...bukan tanda-tanda. Beberapa kali kitab-kitab Injil menceritakan bahwa orang-orang melihat tanda-tanda yang Yesus adakan lalu mereka percaya. Tapi percaya berbeda dengan kenyang. Meski kitab Ibrani 1:4 menulis bahwa maksud tanda, mujizat, dan berbagai penyataan kekuasaan dari Allah adalah peneguhan kesaksian maka tetap saja tanda dan mujizat tidak pernah dirancang untuk "mengenyangkan."...termasuk tanda-tanda yang menyertai orang percaya seperti yang disebutkan di dalam Injil Markus 16:17-18. Hal yang patut diperhatikan, yaitu ketidakseimbangan dan dis-orientasi. Ketidakseimbangannya terletak pada eforia mengejar pelayanan yang ber"tanda-tanda" tapi melupakan faktor "kenyang"-nya jiwa-jiwa. Orientasi dan tujuan terjauhnya semestinya adalah "kenyang makan hidup Yesus, sang Roti Hidup"...artinya menyatunya hidup kita dengan hidupNya..mempersekutukan diri kita dengan diriNya adalah pengejaran yang utama! Mengejar kesehatian dengan diriNya dan kehendakNya...menyatu dengan tujuan dan misi KerajaanNya! Jika tidak demikian maka buah dari pelayanan kita adalah para kerdil rohani yang haus tanda seperti golongan Saduki tapi tidak beranjak dewasa. Hanya menjadi bayi-bayi rohani yang senang dan terbius oleh berita: sembuh, kaya, sukses, terlepas, dan "tanda-tanda" lainnya. "Aku di dalam kamu dan kamu di dalam Aku" merupakan esensi. "Makan" pikiranNya, perasaanNya, kemauanNya dan pribadiNya. Raihlah keseimbangan...peneguhan berita oleh tanda-tanda tetapi juga menjadi kenyang dengan hidupNya.
Hal kedua yang bisa kita pelajari adalah keteladanan dari cara Yesus melayani. Meskipun Dia membuat tanda-tanda namun Dia tetap konsisten memberi diriNya lebih dari sekedar kuasa dan karismaNya...Dia tetap lantang mengatakan "makan Roti Hidup..AKULAH roti hidup itu....Kata "Akulah" berarti keseluruhan dari diriNya! Selalu tidak pernah cukup jika kita hanya memberi kotbah kita, karunia kita dan acara kebaktian kita. Yesus menjadi model pelayanan kita yang memberi keseluruhan diri. Paulus juga berkata "Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi." (I Tes 2:8).Yang menarik, Paulus mengatakan"dalam kasih sayang yang besar" dan "kamu telah kami kasihi"...jadi membagi kehidupan kita merupakan hasil dari cinta kasih kita! Pertanyaannya adalah: seberapa kasih kita untuk melayani orang-orang yang Tuhan percayakan pada kita? Semoga carut marutnya konsep pelayanan hari ini menyadarkan kita untuk benahi diri dan kembali kepada esensi melayani. Marilah kita belajar memberi seluruh hidup dan cinta kita lebih dari sekedar kotbah dan karunia kita. Biarlah hidup Yesus di dalam hidup kita mengenyangkan mereka!

Wednesday, February 13, 2008

Transformasi "Abrakadabra' ?

Bicara transformasi berarti merubah sebuah bangsa. Dan saya percaya transformasi itu berproses. Tidak dengan cara "abrakadabra". Beberapa tahun yang lalu orang-orang memiliki utopia dan harapan bahwa dengan acara transformasi, dimana para pemimpin rohani yang senior bergandengan tangan, merestitusi kesalahan masing-masing sambil menangis, maka transformasi akan segera terjadi. Bahkan dengan berani pada tahun 2003 ada tokoh Kristen yang mengatakan bahwa tahun 2005 adalah tahun transformasi. Tidak sesederhana itu kenyataannya. Bahkan ini sudah tahun 2008 dan segalanya seakan menjadi makin tidak mudah. Tengok saja keadaan bangsa ini dalam segala aspeknya. Benar dugaan saya semula. Transformasi itu berproses dan tidak terjadi serta merta dengan bermodalkan niatan baik saja, komitmen bersama di atas panggung dalam sebuah "acara transformasi" yang dramatis saja yang menghabiskan dana pula, kemudian turun ke jalan untuk bagi-bagi supermie dan buka sekolah serta klinik kesehatan gratis. Ada teman di Jakarta yang meneliti bahwa ternyata setelah acara-acara tranformasi digelar malah justru kasus perpecahan gereja-gereja bertambah secara kuantitas. Ironis! Sekarangpun sudah jarang terdengar santer lagi istilah transformasi, paling tidak tak sesemarak dulu lagi. Dimana pendekar-pendekar transformasi? Transformasi secara struktural sudah terjadi yang ditandai dengan rubuhnya rezim Soeharto karena gelombang gerakan reformasi tahun 1998. Tapi efek dari transformasi struktural hanyalah menunjukkan seberapa parah keadaan negeri kita sebenarnya. Semua kebobrokkan berbangsa dan bernegara dibongkar pada waktu itu. Itu baik...untuk menunjukkan sampai dimana kehancuran kita. Kita toh tidak mungkin bertobat kalau kita tidak mengerti apakah kita berdosa atau tidak. Tetapi sekian tahun era reformasi yang kita masuki tetap saja tidak terlihat perubahan yang spektakuler seperti yang menjadi harapan dan khayalan semua orang. Harapan yang tidak realistis memang, mengingat sudah parahnya kondisi kita sebagai bangsa yang dihancurkan secara perlahan sekian puluh tahun lamanya. Ada cara lain. Yaitu cara transformasi supra-struktural (supranatural). Atau cara adi kodrati melalui kebangunan rohani. Ini juga baik. Disebut juga cara Niniwe. Tetapi kisah-kisah kebangunan rohani yang besar di Alkitab toh tidak menunjukkan berefek panjang. Sebagai contoh, kisah kebangunan rohani di Niniwe melalui Yunus. Hanya dua kitab setelahnya, dan memang hanya hitungan beberapa tahun saja, diceritakan tangan Tuhan kembali teracung dalam murka penghukuman atas Niniwe. Demikian juga cerita kebangunan-kebangunan rohani yang lain, termasuk kisah-kisah kebangunan rohani modern. Kebangunan rohani yang sering didahului dengan doa puasa dan ratap tangis permohonan akan lawatan Allah pada kenyataannya tidak berlangsung dalam tempo panjang. Dia dimaksudkan untuk memberi kebangkitan,perspektif,penyegaran dan pembaharuan dalam kehidupan umat Tuhan tetapi kemudian harus dilanjutkan dengan misi dan aksi nyata menuntaskan kehendak Bapa. Lalu bagaimana sekarang? Tengoklah kembali Alkitab. Konsep transformasi di Alkitab yang merubah sebuah bangsa selalu berkaitan dengan konsep transformasi Infrastruktural. Artinya perubahan yang paling mendasar, dalam hal ini menyiapkan kepemimpinan. Mari belajar dari tranformator di Alkitab. Orang yang paling berpengaruh dalam merubah bangsa tentu bisa kita pelajari kehidupannya. Daniel yang merubah dan mentransformasi negeri Babel dan Persia. Yusuf yang menjadi berkat bagi bangsanya dan bangsa Mesir sekaligus. Daud yang membawa Israel menjadi bangsa yang mulia,terhormat dan makmur dalam jangka panjang. Mereka transformator..berurusan langsung dengan merubah sebuah bangsa. Apa yang kita bisa pelajari dari mereka? Pertama, mereka telah disiapkan jauh-jauh hari di masa muda mereka. Karir Daud sebagai transformator dimulai saat dia berumur 17 tahun mengalahkan Goliat yang kemudian menjadikan dia pemimpin seluruh pasukan tempur Israel dan dilanjutkan dengan karir raja Yehuda , pada akhirnya menjadi raja atas seluruh Israel. Daniel dibawa ke Babel saat berusia 18 tahun. Yusuf dilempar ke sumur dan mengawali petualangan karirnya dari sana saat dia berusia 17 tahun. Ada benang merahnya: persiapan pada usia muda. Yang kedua, mereka punya karakter dan tanda-tanda seorang transformator. Daniel punya kualitas (itu sebabnya pemerintah berganti 4 kali tapi dia tidak diganti), prinsip (tidak mau menajiskan diri dengan makanan raja, rela makan sayur saja dan tidak berkompromi dengan prinsip-prinsip kafir), dan kedisiplinan hidup (berdoa "seperti yang biasa dilakukannya"). Yusuf memiliki mimpi (yang membuat dia bertahan dalam tekanan apapun juga, tidak pernah menyerah sebelum mimpinya terwujud). Daud memiliki keberanian membela Tuhan dan kebenaran. Yang ketiga, mereka masuk di jalur kepemimpinan. Daniel sebagai penasihat raja yang akhirnya membawa dia sebagai pemimpin nomor dua di kerajaan Babel. Yusuf sebagai orang kedua di Mesir. Daud sebagai pemimpin pasukan yang membawanya jadi raja. Kesimpulannya, kita perlu membidik,menyiapkan dan memberdayakan anak muda. Kemudian mempertajam karakter-karakter transformator dalam diri mereka. Mengambil mereka dari tengah-tengah generasi muda yang tidak punya mimpi, takut gagal,takut sulit dan takut menyatakan fakta kebenaran, bermental mediokritas(setengah-setengah) dan asal jadi, tidak punya prinsip serta tidak disiplin. Sebaliknya kita mendidik mereka menjadi anak muda yang punya mimpi, keberanian, kualitas, disiplin dan prinsip-prinsip kehidupan. Yang terakhir, melepaskan mereka sejak dini untuk ambil posisi-posisi kepemimpinan dalam multidimensional, menjadi yang terbaik dalam hal apapun yang mereka kerjakan. Kelak, lima belas tahun atau duapuluh tahun dari sekarang, negeri ini akan datang pada gereja, dan berterimakasih karena pemimpin-pemimpin yang takut akan Tuhan, adil, jujur, berkualitas, bermoral dan cerdas yang dihasilkan. Bukan jalan singkat dan mudah memang tetapi seperti itulah cara Tuhan mentransformasi negeri. Anak muda bukan warga kelas dua seperti biasa mereka diperlakukan di gereja-gereja kebanyakan. Mereka subyek dan pelaku sejarah...bukan obyek yang diperalat untuk maksud-maksud kepemimpinan yang tidak tulus. Jika tidak dimulai dari hari ini kapan lagi transformasi? Mari berdoa dan mengerang untuk bangsa ini sambil terus berkarya nyata. Menyiapkan sejak hari ini berarti menyiapkan masa depan negeri.

Wednesday, February 6, 2008

Makin Tinggi Bangunannya, Makin Dalam Fondasinya

Hi guys, aku dan pak Otniel Lumowa hari ini dan besok ada pelatihan "7 Prinsip Dasar Kehidupan" yang diadakan di kota Tegal dan dihadiri pemimpin-pemimpin dari 10 kota pantura Jateng. Kami berdua selalu enjoy banget melengkapi pemimpin-pemimpin pergerakkan dalam hal yang penting dan tidak bisa dikompromikan ini. Prinsip dasar.
Sudah banyak contoh dari sekian "greatman of God" yang ada dan pergerakkan-pergerakan besar yang mengalami tumbang dan habis cerita, dengan "ending" yang memalukan serta dilupakan. Ironisnya cerita sedih itu justru berawal mula dari tidak adanya perhatian dan pembangunan yang serius dari prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan dan pergerakan. Di kemudian hari akan menjadi terlambat disadari, bahkan susah mengumpulkan lagi serpihan-serpihan bekas bangunan yang terserak dan rusak.
FT mengatakan "Apabila dasar-dasar dihancurkan, apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu?" (Maz 11:3). Kalimat tanya yang kita tahu jawabannya: orang benar tidak bisa berbuat apa-apa bila dasar-dasar dihancurkan! Musuh kita juga tahu hal tersebut jadi dia mengarahkan seluruh pukulan dan serangannya kepada perkara-perkara dasar yang belum dibangun kokoh dalam hidup, pelayanan dan pergerakan kita. Musuh tidak takut dan grogi jika kita hanya membangun pergerakkan yang kuat, cepat dan inspirasional saja tetapi tidak diatas fondasi yang kokoh. Kegagalan dan kekalahan sudah tergambar di depan mata. Dia biarkan kita lakukan apa saja kecuali meletakkan dan memperkokoh dasar-dasar.
Paulus menyebut dirinya sebagai ahli bangunan yang cakap yang telah meletakkan dasar dan kemudian orang lain membangun terus diatasnya.(1 Kor 3:10-11). Harus diakui bahwa Paulus menjadi rasul pertama yang menembus kebanyakan daerah misi yang baru di luar wilayah Israel. Banyak pekerjaan misi peletakkan dasar di seluruh Asia Kecil yang terjadi karena kiprahnya. Baru setelah dia pergi orang lain membangun diatasnya. Maka tidak disangkali bahwa kejayaan gereja mula-mula di banyak bagian dunia pada waktu itu karena konsistensinya sebagai "rasul peletak dasar". Dasar-dasar gereja waktu itu menjadi kuat untuk dilanjutkan dari kemuliaan kepada kemuliaan yang semakin besar. Dia memang ahli bangunan yang cakap...karenanya pergerakan berjalan kuat...dan sejarah dibuat.
Yesus juga mengingatkan tentang dua macam rumah: yang berfondasi pasir dan yang berdasar batu. Yang kokoh adalah orang yang mendengar perkataanNya dan taat . Maka saat angin, banjir dan hujan datang rumah itu tidak rubuh. Betapa menyedihkannya kalo kita melihat sebuah pergerakan rubuh karena tidak tahan "hujan" berkat, dihempas rupa-rupa "angin" pengajaran dan diterjang "banjir" arus keduniawian. Apakah "pasir" kita? Pasir adalah sesuatu yang mudah bergeser dan tidak solid...sangat riskan membangun sesuatu yang besar dan mulia diatasnya. Bisa saja ada pasir di motif kita, karakter kita atau nilai-nilai kita.
Semakin tinggi bangunannya harus semakin dalam dan kuat fondasinya. Anda mau tahu kekuatan sebuah bangunan? Lihatlah dasarnya! Anda mau tahu dari manakah sebuah rumah mulai dibangun? Dari fondasinya! Pastikan diatas sebuah apa dan mulai dari mana Anda membangun rumah kehidupan Anda!
Cinta uang dan roh materialistik --yang diwakili oleh kisah Ananias dan Safira-- telah dikalahkan sejak awal oleh gereja mula-mula sehingga dalam perjalanan pergerakan selanjutnya tidak lagi habis energi untuk digoncang perkara-perkara dasar terus-menerus. Sejak awal Yesus menyerukan: pilih aku atau Mamon. Dia tangani sejak awal perkara-perkara dan komitmen-komitmen yang mendasar. Menurut para ahli, prinsip-prinsip tentang keuangan dan pengampunan bahkan menjadi topik paling sering yang Yesus bahas di Injil. Tanpa kedewasaan yang cukup dalam prinsip pengampunan hubungan-hubungan yang rusak bisa menceraikan beraikan pergerakan. Tanpa prinsip tanggung jawab dan belajar merestitusi hati nurani maka kemunafikan dan kesalahan yang tidak terlihat diatas permukaan akan mencederai kemurnian pergerakan. Tanpa prinsip penyerahan hak maka akan ada banyak luka,pahit dan amarah karena hak-hak yang terambil oleh orang lain atau ketidak siapan terhadap tuntutan pergerakan yang sepenuhnya memberi diri dan menanggalkan banyak hak pribadi. Tanpa prinsip dasar untuk tinggal dalam Kristus maka pergerakan dan kehidupan dijalankan dengan kekuatan Taurat dan cucuran keringat yang melelahkan.
Itulah sebagian point yang dengan penuh antusias yang akan kami bagikan kepada rekan-rekan pemimpin pergerakan di pantura Jateng sore ini sampai besok malam. Senang sekali dipercayai tugas meletakkan dasar. Itu sama artinya dengan menyiapkan masa depan yang kokoh dan anti roboh. Awasi dasar-dasarmu, alami Kristus Batu Penjuru ! Salam pergerakkan.

PROSES MEMPENGARUHI KUALITAS

"We're all a product of where we've been." Hasil instant adalah sebuah bentuk pelecehan mendasar terhadap makna proses. Menariknya, dalam realita kehidupan yang dijalani, Yesus lebih memilih untuk memaknai kehidupan dengan proses.

Bagi Yesus, proses adalah sebuah percepatan untuk mencapai maksud inti Bapa-Nya. Itulah sebabnya mengapa dengan berani Dia melontarkan kalimat-kalimat yang berkekuatan untuk membungkamkan cara berpikir instant. Kalimat-kalimat yang saya maksudkan adalah:
  • "Biarlah itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." (Matius 3:15). Proses merendahkan diri.
  • "Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?" (Matius 26:54). Proses teraniaya sampai mati.
Kualitas kehidupan Yesus ternyata adalah sebuah product yang muncul karena Dia pernah menjejakkan kaki pada setiap tempat pemrosesan. Bekas pijakan kaki yang ditinggalkan-Nya dengan kepala tegak itu, ternyata telah mengukir penambahan kualitas dalam diri Yesus.

Saya rasa, kita harus melatih diri untuk bukan sekedar menyoroti kualitas kehidupan seseorang, namun juga proses yang mereka pilih untuk jalani dengan kesadaran penuh akan kehendak Tuhan. Setahu saya, Alkitab tidak hanya secara transparan menyoroti tentang kualitas hidup Yesus semata, namun juga keputusan-keputusan yang Dia lahirkan dengan cucuran air mata serta pergulatan jiwani dalam sebuah proses.

Berpikir proses, menjalani dan menghargainya, akan mempercepat langkah kita kepada pencapaian kualitas Ilahi. "Welcome to the reality of quality!"

Tuesday, February 5, 2008

Kerinduan Kepada Pemerintahan Allah

Rekan - rekan,
Kalau sekarang kita mulai getol dengan pimbicaraan soal "KINGDOM" sebenarnya boleh dibilang terlambat dibandingkan dengan apa yang ada di dunia. Tapi toh ngak apa - apa karena kita tetap bergerak dengan waku Tuhan, bukan waktu kita. Apa yang saya maksudkan dengan kata "Terlambat". Lihatlah berita dari mimbar - mimbar dan bagaimana kerinduan dari jemaat - jemaat, adakan survey, pasti kita akan yakin akan hal itu.
Kerinduan akan Pemerintahan Allah???
Apa ini ?? ini yang saya maksudkan : pernahkan kita memperhatkan di Indonesia apa yang sedang dipelopori, diperjuangkan oleh saudara sepupu kita khususnya oleh Hizbut Tahrir adalah adanya pemerntahan Kalifah ( Pemerintahan dengan Prinsip Allah ). Nah, dalam hidup mereka ada sangat kuat kehausan akan Pemerintaan Allah. Kenapa itu terjadi??? Jawabannya : karena GEREJA GAGAL ( Gereja yang adalah ekpresi lokal dari Kerajaan Allah ), gagal di dalam "BERITA" seperti yang di pesankan Yesus, gagal menjadi "BERITA"itu sendiri. Saya bayangkan kalau setiap orang percaya sungguh menghidupi "Gaya Hidup Kerajaan" seperti yang Tuhan Yesus maksudkan maka tak akan ada kerinduan seperti itu di dunia ini. Gereja harus bisa memberi jawaban bahwa kerinduan kepada pemerintahan Allah seperti yang saudara sepupu maksudkan, dimana orang - orangnya tunduk pada Otoritas Illahi itu ada dalam Gereja Tuhan dan kalau itu terus berkembang seperti ragi yang berpengaruh maka kehausan mereka sudah terjawab.
Mari terus hidup dan menghidupi Berita yang kita bawa.

SAYA BERGABUNG

Hallo, saya Otniel apa kabar rekan - rekan pergerakan???? pengen bagi - bagi bagi kalian semua

Mengimpartasi Proses Bukan Hanya Memindahkan Hasil

Hei friends, gimana kabar kalian?
Aku merasa bahwa kebenaran tentang pembapaan harus kita cermati lebih jeli dalam implementasinya supaya lebih kuat pengaruhnya...kepada orang-orang yang Tuhan percayakan kepada kita. Jangan sampai terjebak memindahkan hasilnya tanpa mengimpartasi prosesnya. Mentalitas "copy-paste hasil" -dari murid kepada gurunya- adalah berbahaya. Ada kecenderungan dalam proses pembapaan upaya pemberian ikan tanpa menyertakan pancingnya. Sehingga petualangan berpikir dan merenung serta pengalaman kehidupan yang penuh rasa sakit, gelak tawa, kebingungan, keresahan, kebahagiaan, ketakutan tidak sempat teramati sebagai proses pembelajaran kehidupan.
Saya kira waktu Yesus berkata kepada muridNya: Ikut Aku! itu bukan saja berarti mengikuti kumpulan ide-ideNya dan perjalanan geografisNya saja tapi juga mengikuti keseluruhan cerita lengkap proses penuntasan karyaNya...di masa-masa pergumulan hingga kemenangan...melalui hidup bersamaNya. Ikut Aku sama artinya dengan ikut prosesKu! Oleh karena itu impartasi "hasil jadi" saja berupa pengajaran, ide-ide dan "karya-karya yang telah utuh" lainnya lewat seminar atau acara triwulanan tidak akan pernah cukup untuk melahirkan anak-anak rohani yang kuat, matang dan ulet. Terima jadi dan instan saja. Mereka perlu belajar dari ayah rohaninya tentang "mencari dan makan sendiri"..dengan mengikuti, merasa dan melihat apa yang bapa nya pernah lalui. Cara belajar "melihat dan menangkap" jelaslah jauh lebih berkuasa ketimbang mendengar saja. Selepas Yesus naik ke sorga maka murid-muridNya tidak tenggelam begitu lama dalam kesedihan dan kepasifan melainkan melanjutkan tugas dan misi gurunya. Kenapa mereka bisa langsung melanjutkannya? Sederhana. Karena mereka telah bergaul dengan gurunya dan mengamati proses guruNya mengerjakan apa saja di masa 3,5 tahun persekutuan dengan mereka. Mereka mengingatnya dan mengerjakannya...persis seperti yang mereka lihat dari hari ke hari saat bersama gurunya. Ketergantungan yang berkualitas!

Sekalipun mungkin menolong, blog di dunia maya seperti ini, jelas tidak bisa mewakili sebuah impartasi proses yang penuh pergumulan, airmata, gelak tawa, emosional, kegelisahan dan ketakutan. Padahal itu merupakan sumber pembelajaran menghadapi kenyataan-kenyataan hidup yang tak terhindari dalam rangka menyelesaikan kehendakNya. Ada kewajaran, kenaturalan dan kejujuran yang menambahkan kekuatan dalam hubungan pembapaan. Bagaimana merespon dan menghadapi sesuatu, mengenakan sebuah hikmat, melakukan pilihan-pilihan atas berbagai hal dan menyelesaikan dengan benar sebuah pekerjaan merupakan hal-hal yang diamati dalam sebuah proses kehidupan...dalam sebuah hubungan bapa anak yang tidak mistik! Nyata, teraba dan terasa!

Pengertian tersebut tidak mudah dipahami bagi guru dan bapa yang ja'im (jaga image) dengan segala sisi kehidupan misteriusnya...jauh dari kesan "surat terbuka" yang dibaca orang. Impartasikanlah prosesnya bukan sekedar ide dan hasilnya! Akibatnya, daripada sekedar menghasilkan anak-anak gampang, maka yang dihasilkan adalah anak-anak rohani yang tumbuh cerdas, kreatif, ulet dan mandiri. Cara pembelajaran yang paling berkuasa!

Monday, February 4, 2008

Uniformitas membunuh otentisitas.

Keseragaman membunuh keaslian.
Keseragaman adalah hal yang berbahaya. Mentalitas fotocopy juga mengkerdilkan kreatifitas. Saat kita mencoba memakai cara orang lain, program gereja lain, module pengajaran komunitas lain perlulah berhati- hati spy tdk membunuh hal-hal genuine yang Allah sudah beri pada kita, untuk kita berdayakan dan kembangkan. Mentalitas focopy memang memberi jalan yang mudah, sedikit ongkos dan resiko tetapi meniadakan proses penemuan dan pembelajaran (self discovery). Apalagi Tuhan pada dasarnya menyukai keberagaman. Fotocopy-pun selalu menempatkan kita menjadi" nomor dua". Yesus sendiri sembuhkan orang sakit tidak selalu berkutat pd metoda ttt. Dia pilih murid juga tidak dengan tipikal atau kepribadian ttt. Jalan- jalanNya kreatif, tak terselami, penuh kejutan dan original. Mestinya kita tidak terlalu puas dan berbangga diri sbg gereja, institusi ato pribadi jika metoda dan module pengajaran atau pola kita dicopy mentah2 oleh org ato komunitas lain. Pada titik ttt no problemo. Pada tingkat pertumbuhan rohani ttt its ok. Pada situasi darurat ttt msh bisa dimaklumi. Tetapi jk dlm prosesnya kita lupa menolong membangkitkan kesejatian dan keotentikan pd diri org lain maka semuanya hanyalah menjadi proses pembunuhan originalitas. Apalagi kedua belah pihak menikmati proses keterpelesatan tsb...yg satu senang pakai brg siap pake, yang lain suka dijadikan pahlawan kesiangan yg berusaha menggantikan Tuhan sbg tempat ketergantungan yg utama. Apa ukuran sukses kita? Apakah pada saat org lain ( alasan kita: " jadi berkat") mengcopy dan tergantung pd kita? Bukankah keberhasilan kita terletak justru pada
seberapa dan sejauh mana kita bawa org2 tergantung pada Tuhan dan bukan tergantung pada kita?
Alkitab memberitahu kita bhw di dlm kita sdh ada urapan yg mengajar kita. Meski ada jawatan pengajar di dlm gereja, bukan berarti kita tidak bertumbuh dalam mendengar urapan di dalam kita.Karena urapan di dalam kita merupakan " internal guidance system" dr Tuhan untuk menolong umatNya berjalan scr otentik dan spesifik sbg bagian dari generasi Perjanjian Baru. Perlu hati hati juga dng buku- buku panduan saat teduh, buku panduan bgmn menyembah dan buku panduan tata cara melangsungkan sebuah pertemuan, dsb , yg mungkin tujuan awal dan semangat menolongnya bagus, tetapi jk berujung pada "addicted" maka hal tsb telah menghalangi org2 menemukan caranya, originalitasnya, proses uniknya, dan "suara Tuhannya" sendiri. Perlu berhati2 dengan proses mentoring yang hari2 ini lg ngetrend. Upaya memberdaya ato memperdaya? Proses mentoring adalah pertolongan menemukan keaslian
bukan upaya pendiktean
. Semoga masyarakat gereja dan anak2 Kerajaan menjadi lebih aware dan bijak. Pasti kita punya yang unik dan khas dr Tuhan sbg sebuah serpihan gambar dr Tuhan ttg kehendak dan rencanaNya yg org lain tidak memilikinya. Dia sendiri memyebut diriNya Allah Abraham, Allah Yakub, Allah Ishak..artiNya Dia jg Allah yg terpribadi..suka berperkara scr pribadi. Datang padaNya scr pribadi, berurusanlah scr pribadi dan temukan suara serta kehendakNya sbg originalitas pribadi . Berhentilah dijajah oleh keseragaman!Yang seimbang adalah: tetap hidup di dalam sebuah komunitas Kerajaan dengan nilai interdependensi ( saling ketergantungan yang penuh kualitas) disisi lain tetap saling menolong menemukan genuinitas. Be yourself.

Sunday, February 3, 2008

Salah Berita, Salah Influence

Jika semua berita Yesus adalah tentang Kerajaan Allah betapa mengenaskan bila ternyata berita kita tentang hal-hal yang lain. Jika berita kita keliru maka influence/pengaruhnya juga keliru.
Kata "kerajaan" mempunyai pengertian "pemerintahan yang berdaulat, otoritas sebagai raja". Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah. Bahkan Dia sendirilah kerajaan (Auto Basileia). Jika Allah memerintah maka segala sesuatunya berubah. Diluar pemerintahan Tuhan berarti kekacauan. Perbuatan-perbuatan kita yang salah disebabkan tidak menerima pemerintahan Allah...tidak menerima pengaturannya dalam hidup kita.
Ungkapan "Bertobatlah Kerajaan Allah sudah dekat" bukan berarti sekedar bertobat dari dosa-dosa moral supaya menjadi saleh dan masuk surga melainkan menyerahkan segenap diri masuk dan menerima pemerintahan Allah. Alasan pertobatan adalah Kerajaan. Kelahiran baru kitapun bertujuan membawa kita masuk ke dalam kerajaanNya (Yoh 3:3).
".....Bagi Dia yang mengasihi kita, dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan....." (Wahyu 1:5-6). Sasaran akhir penebusan adalah menjadikan kita suatu kerajaan. Berita pada awal, sepanjang, sampai akhir pelayananNya, berpusat pada berita Kerajaan (Mat 4:17, Kis 1:3). Berita Yohanes Pembaptis juga berita kerajaan. Bahkan Paulus pun berusaha meyakinkan orang-orang tentang Kerajaan Allah (Kis 19:8). Apa berita kita? Sekedar menciptakan daya tarik pribadi bagi pendengar karena berita yang emosional dan menyentuh kebutuhan ? Dari sudut pandang manusia dengan segala kebutuhannya atau dari sudut pandang Allah? Bertitik awal dari dosa, kegelisahan dan kesedihan manusia atau bertitik tolak kepada berita yang mengembalikan kita kepada pemerintahan kerajaanNya? Kita diutus untuk memberitakan Kerajaan Allah (Luk 9:2)...bukan yang lain! Yang lain hanyalah tambahannya. Mencari Kerajaan Nya dahulu, baru semuanya ditambahkan kepadamu (Mat 6:33). Solusi Tuhan Yesus bagi kekalutan dan penderitaan masyarakat Yahudi, di bawah penjajahan kekaisaran Romawi pada waktu itu, adalah "Kerajaan Allah sudah dekat." Solusi seluruh problema kehidupan adalah datang kepada Kerajaan Allah.
Apa berita kita?

Nasionalisme yang Memudar

Ada hal yang cukup membuatku resah akhir2 ini...yaitu tentang cenderung menurunnya kecintaan dan pengabdian generasi muda gereja kepada bangsa sendiri. Memang tidak semuanya bisa dipukul rata kondisinya tetapi toh kenyataannya ada dan mentalitas ini akan meluas jika tidak dicermati. Sebut aja sebagai melemahnya semangat nasionalisme dari generasi muda gereja. Jauh hari sebelum kita ada, Musa telah menjadi contoh untuk hati yang cinta bangsa dengan berkata kepada Tuhan: " Ah, bangsa ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka, tetapi sekarang , kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu-dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kau tulis." Demi keselamatan bangsanya, sama sekali tidak memikirkan dirinya! Masih ingat di benak ini lawatan Tuhan atas kampus2 di Bandung yang akhirnya semangatnya mencintai Indonesia menyebar dan meluas di kalangan generasi muda gereja...sampai ke kota dan kampus saya di Salatiga!... diekspresikan melalui lagu2 rohani yg sarat dengan pesan cinta bgs Indonesia. Lagu2 rohani yang penuh kuasa yang menggerakkan kebangunan rohani dengan thema misi yang kuat pun tidak lagi sering terdengar dan diciptakan di masa sekarang ini. Ditambah dengan pesan2 tsb tidak lagi kuat di mimbar2 dan forum2 diskusi. Malah digantikan dengan lagu rohani yang bernada melo dengan lirik berfokus hubungan vertikal saja , lbh parah lagi banyak yang liriknya berisi permohonan pada Tuhan untuk berkat dan kebaikan semata...semakin memabukkan umat untuk memikirkan diri sendiri..selfish. Mulai lupa beri diri bagi negeri. Pesan2 dan berita2 pun tidak memberi dorongan yang lebih kuat ke arah visi dan"passion" itu. Tidak salah dengan semua itu..hanya saja segala bentuk ketidakseimbangan adalah bahaya. Tuhan senang kita menyembah Dia dan memohon dari Dia..namun ada juga karya nyata yang Dia harapkan untuk kita kerjakan demi menanggapi perintahNya: "Pergilah.." Tuhan berharap kita berkarya nyata bagi bangsa ini dan mencintai bangsa ini seperti Dia mencintainya. Bagus juga mengingat pesan dari seorang hamba Tuhan yang pernah berkata: Mission without worship: dry up..Worship without mission: blow up...but worship with mission: we will change the world.
Serbuan budaya asing (inkulturasi) yang sarat dengan hedonisme dan pemuasan diri secara materialistik semakin menipiskan lapisan kerohanian anak negeri. Sekedar hidup berkonsentrasi mengejar trend dari fashion sampai gadget telah memudarkan konsentrasi kepada membangun bangsa. Pada dasarnya setelah kita berhenti bergumul dan menangis bagi diri sendiri barulah kita dapat bergumul dan menangis bagi sesuatu yang di luar diri kita.
FT berkata:"Seluruh makhluk sedang menantikan saatnya anak2 Allah dinyatakan."..Termasuk Indonesia yang sedang sakit sedang menantikan kita. Bangkitkan pesan kita..lagu kita..gairah dan visi kita! Sambil mengingat bait dari lagu lawas dari album teman2 COP(Celebration of Praise)..yang menjadi lagu favorit saya di era 90-an semasa saya masih melihat pergerakkan mahasiswa Kristen yang murni dan berkebangunan rohani: "...Indonesia nantikan curahan RohMu..Indonesia rindu kemuliaanMu..Inilah doaku...slamatkan Indonesia..itulah kerinduanku..".

Renewing Your Mind

James Gwee: "People who use BRAINS always get higher returns than those who only use their hands & muscles. That's why God put the head right on top! It has the HIGHEST VALUE !"

Bible said: "...BERUBAHLAH oleh PEMBAHARUAN BUDI-mu, sehingga kamu dapat membedakan manakah KEHENDAK ALLAH: apa yang baik, yang bekenan kepada Allah dan yang SEMPURNA."