Thursday, April 10, 2008

The Great Omission

Saya kuatir judul diatas menjadi kenyataan kehidupan bergereja hari ini. Judul diatas memang plesetan dari the great commission (Amanat Agung), sedangkan judul "the great omission" diatas artinya adalah penghilangan atau penghapusan agung. Kekuatiran saya adalah mengenai hilangnya atau terhapusnya makna Amanat Agung yang sesungguhnya. Perhatikanlah bahwa ada 4 kata kerja di dalam Amanat Agung, "Pergilah", "Jadikanlah muridKU", "Baptiskanlah", "Ajarlah". Walaupun dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tidak jelas, tetapi dalam bahasa aslinya, yaitu dalam bahasa Yunani, tampak dengan jelas bahwa tiga dari keempat kata kerja di atas adalah partisip atau kata kerja bantu dan hanya satu yang imperatif- atau kata kerja yang berupa perintah. Kata kerja imperatif tersebut ialah Jadikan muridKU. Inilah sasaran Amanat Agung itu yang sesungguhnya. Jadi sebenarnya Amanat Agung bukanlah sekedar Amanat Penginjilan yang mendorong upaya-upaya mempertobatkan orang menjadi sekedar pengikut saja. Ditambah pula dengan kecanduan jumlah yang mendera kebanyakan gereja, terutama mega-church, maka semakin blur-lah amanat yang sesungguhnya. "Simpatisan", "orang banyak", "massa", "pengikut", jelaslah bukan sasaran utama Yesus. Murid-murid yang terdidik dalam proses sekolah kehidupan yang berani berkomitmen sebatas nyawa-lah yang menjadi target dan pengejaran utama Sang Guru. Adakah kita punya parameter yang lain dari perkembangan misi Kristen selain membangun murid-murid yang sekualitas Guru-nya? Orientasi yang hanya sejauh penginjilan saja, dengan fokus dan parameter melulu pada jumlah, terbukti telah mendegradasi kualitas manusia Kristen. Banyak persoalan yang seharusnya tidak perlu terjadi justru timbul di dalam dan di luar gereja karena ketiadaan atau terbatasnya manusia unggul dalam komunitas gereja. Alih-alih memiliki segudang murid unggul yang melepaskan pengaruh pada dunia, kita malah memiliki banyak persoalan ecek-ecek yang muncul karena banyaknya jumlah bayi-bayi rohani yang tidak terdidik di dalam karakter dan nilai-nilai yang sangat merepotkan pergerakan Kerajaan. Konsekuensi logis dari konsentrasi jumlah adalah semakin menggelembungnya jumlah bayi-bayi rohani yang tidak terlatih "menjungkir-balikkan dunia." Merupakan hal yang berbanding terbalik antara jumlah orang yang dibawa masuk ke dalam komunitas gereja dengan kesiapan serta kemampuan kita memuridkannya. Gereja-gereja yang terbiasa meng-kebaktian-kan Kekristenan dengan cara meng-entertaint orang-orang akan terbentur tembok besar yang menghadang yaitu pergerakan follow-up melalui "making disciples". Kita suka sekali "pergi" berkeliling, mem"baptis" orang-orang, dan "mengajar" umat Tuhan, namun sukakah kita me"murid"kan orang-orang yang Tuhan berikan bagi kita dengan melibatkan segenap milik kita sebagai ongkosnya? Memang tidak mudah dan tidak ada jalan pintas tetapi itulah AmanatNya bagi kita! Sementara itu sebuah proses pemuridan membutuhkan bukan hanya penyusunan program menarik dan menyiapkan serangkaian acara yang berbau entertainment saja tetapi lebih dari itu adalah kebutuhan akan waktu untuk pembagian hidup yang nyata, hubungan kuat yang terbangun dan bersifat pribadi, serta impartasi "jarak dekat" yang tidak mungkin dilakukan melalui mimbar hari minggu atau KKR di lapangan raksasa. Murid-murid pada dasarnya tidak dilahirkan begitu saja tetapi dibentuk dan dibangun dengan berbekal keseluruhan hidup kita. Tidak salah dengan "jumlah" dan "massa" , namun jika hal-hal tersebut menjadi pengejaran utama serta melupakan amanat Yesus yang sesungguhnya maka pertanyaannya adalah "benarkah itu semua merupakan kepentingan, kerinduan dan amanat Sang Raja yang terutama"? Bukankah gairah terbesarNya adalah memiliki murid-murid yang serupa dengan Dia? Atau jangan-jangan ada kepentingan lain di belakangnya?

4 comments:

Anonymous said...

Setuju ko Wing dengan tulisan yang sangat tajam dan realistis...
Ternyata memuridkan itu tidak hanya sekedar terbatas pada "bahan-bahan" yang bersifat rohani saja tetapi melingkupi seluruh aspek kehidupan nyata yang seringkali lupa disentuh oleh gereja dalam memuridkan orang percaya. Memuridkan seharusnya lebih banyak ke arah proses kehidupan dan interaksi daripada sekedar pertemuannya.
Pemuridan harus menjaga keseimbangan antara menanamkan rhema yang mengubah paradigma dengan mengalami proses peralihan rhema menjadi sebuah kehidupan dalam keseharian.
Terlalu menekankan perubahan paradigma tanpa membiarkan proses peralihan terjadi dalam kehidupan seseorang hanya akan membuat seseorang hanya "besar kepala" tetapi memiliki "tubuh yang kecil". Proses perubahan dalam kehidupan sehari-hari itulah yang menjadi bagian agenda terbesar dalam proses memuridkan...Salam kegerakan

Cornelius Wing said...

Agree, Dung! I'm blessed by your comment..

Anonymous said...

Thanks koh untuk pemikirannya, sangat memberkati dan memberi motivasi. Kepedihan hati saya hari-hari ini melihat Rom 10:2 sedang terjadi dalam kehidupan banyak orang percaya. Mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi "tanpa pengertian yang benar". Mereka berpikir kekristenan itu berbicara aktifitas kesibukan pelayanan di gereja. Bukankah ini menyebabkan banyak orang percaya yang tidak memiliki kualitas kehidupan seperti Yesus? Hal ini terjadi karena "Kualitas Pemuridan" yang lemah dalam gereja Tuhan hari-hari ini. Seharusnya kepuasan kita bukan hanya disaat ada jiwa-jiwa yang diselamatkan. Karena itu barulah permulaan. Seperti bayi yang baru dilahirkan, mereka harus dirawat dan didewasakan. Saya melihat satu kebutuhan yang sangat urgent mengenai pemuridan di hari-hari terakhir ini. Tetapi bukan Pemuridan yang selama dilakukan dikelas-kelas dan berdasarkan modul-modul, tetapi pemuridan yang berdasarkan pada hubungan dan teladan kehidupan. Ini waktunya orang-orang percaya bukan dimotivasi untuk melayani, memberi saja! Tetapi mereka sungguh-sungguh dimuridkan. Kerinduan saya adalah melihat orang-orang percaya memiliki pengertian yang benar tentang prinsip-prinsip hidup dalam Kerajaan Allah. Hos 4:6 mencatat "My people are destroyed for lack of knowledge". Jika memang orang-orang percaya sungguh-sungguh dimuridkan, maka orang-orang percaya akan memiliki kualitas kehidupan Kerajaan, bukan sekedar orang-orang yang giat dalam kegiatan gereja!

Unknown said...

Ternyata message 'amanat agung' yg diperdengarkan oleh sekian banyak khotbah belakangan ini hanya berkutat pada 'pergi', 'ajar', dan 'baptis'. Padahal pergerakan di tahun 90-an (sebelum gereja sel, komunitas sel, atau gereja rumah menjadi populer) banyak menekankan pada pemuridan. Saya ngalamin punya kakak PA yang care dan militan, dari dia saya belajar melayani dengan passion. Apakah strategi pertumbuhan gereja yang begitu menggoda para pemimpin bisa bikin kita males memuridkan yah? Ada gak yah strategi memuridkan selain lewat hubungan dan kehidupan? Kalo boleh kutip perkataan Ko Wing: "Fokus pada penuai bukan pada tuaian". Ini baru strategi yang kalo diadopsi oleh gereja akan sejalan dengan semangat memuridkan. Jadi yang perlu ditambah jumlahnya adalah murid yang siap memuridkan. Tuaian kan emang sudah menguning, jadi biar gak mubazir, penuainya harus siap melatih, mengajar, dan memuridkan. Nah, ini yang gak gampang karena butuh waktu, proses, konflik, dan kedewasaan. Bisa gak yah dibuat modelnya yang mencakup prinsip2 yang lengkap (dan biblikal) dan uptodate tentang pemuridan, supaya bisa ditangkap esensinya. Soalnya hari ini kebanyakan strategi gereja selalu berurusan dengan pertumbuhan jumlah. Jadi aja pada lupa deh dengan memuridkan :).