Sunday, March 16, 2008

Dikotomi Golongan Imam dan Golongan Raja Yang Berbahaya

Masih ada saja orang-orang dan komunitas gereja yang memisahkan atau mengkategorikan orang-orang percaya ke dalam golongan imam dan golongan raja. Ini jelas-jelas merupakan pemahaman yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam sudut pandang terang Perjanjian Baru sebagai Perjanjian yang lebih kuat (Ibrani 7:22) dan lebih mulia (Ibrani 8:6). Di dalam era Perjanjian Baru kita semua adalah imam-imam dan di waktu yang sama kita semua juga adalah raja-raja. "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri,...."(I Pet 2:9). "...Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya...." (Wahyu 1:5-6). "Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi."(Wahyu 5:10). Perjanjian Lama memang memisahkan golongan imam dan raja tetapi di dalam Perjanjian Baru tidaklah demikian. Tentunya kita tidak akan mengalami perjanjian yang "lebih kuat" dan "lebih mulia" jika kita tidak berpindah kepada era sebuah perjanjian yang baru. Alkitab menyatakan "Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya." (Ibrani 8:13). Jadi marilah kita melihat dari sudut pandang perjanjian yang baru. Di dalam Perjanjian Baru dinyatakan bahwa status kita semua adalah imam-imam. Tidak ada lagi istilah "awam" (yang arti sebenarnya adalah "idiot"). Sejak tirai bait Allah terbelah dua di saat peristiwa kematian Yesus maka sejak saat itulah kita semua , semua orang percaya, mendapat akses penuh masuk ke "Ruang Maha Suci" untuk melaksanakan tugas-tugas keimamatan kita. Keimamatan telah bergeser dari keimamatan berjenjang ( yang membedakan golongan imam besar, imam-imam biasa dan awam) menjadi keimamatan orang percaya., kita semua imam. Tidak ada imam-awam, yang ada adalah kita, imam-imam, dan Kristus Yesus sang Imam Besar kita. Bukan hanya itu, kita semua juga telah ditebus oleh darahNya untuk dijadikan imam-imam bagi Allah yang memerintah sebagai raja di bumi.(Wahyu 5:10) . Imam mempunyai tugas melayani dan raja gambaran dari otoritas dan pemerintahan. Jadi kita semua adalah imamat yang rajani (royal priesthood)...melayani dengan otoritas Kerajaan! Pemahaman berbahaya yang beredar selama ini di kalangan tertentu adalah adanya golongan para imam dan golongan para raja di dalam gereja Tuhan. Biasanya, menurut pemahaman tersebut, raja mewakili kaum pebisnis yang bekerja di tempat "sekuler" atau market place dan imam mewakili golongan para pendeta, "hamba-hamba Tuhan", atau pelayan-pelayan Tuhan yang menghabiskan waktunya untuk berkutat dalam aktifitas gerejawi. Dikotomi imam-raja tentunya akan berdampak beberapa orang merasa imam, bukan raja dan beberapa lagi merasa raja, bukan imam. Dampak lebih lanjut bisa saja memicu munculnya manipulasi, seperti yang penulis dengar langsung dari beberapa rekan yang sudah menyadari kekeliruan pemahaman ini, dimana imam-imam yang sebagian diantaranya cenderung cinta uang akan "memanfaatkan" golongan para raja sebagai mesin uang bagi kepentingan dirinya ( tentunya sebagian berkedok demi kepentingan misi dan visi dan kenyataannya ada "imam" yang mengalami kesulitan mempertahankan kemurnian nurani soal keuangan), disisi lain golongan raja merasa tidak perlu melakukan aktifitas keimamatan yang melayani. Golongan imam pun bisa saja menjadi tidak dapat tegas dan murni jika berhadapan dengan golongan raja (karena resiko keuangan) ; sementara itu golongan raja bisa saja jatuh dalam hal mengendalikan keputusan dan tindakan para imam melalui kekuatan sihir dari "uang". Resiko keterpelesetan tersebut bagaimanapun ada dan tidak dapat dinafikan. Pemahaman dikotomi imam-raja menurut saya sungguh membingungkan. Misalnya, bagaimana dengan status saya sekarang, dimana seorang Cornelius Wing dalam kesehariannya jelas-jelas bekerja sebagai konsultan bisnis bidang HRD di market place sementara di sisi lain juga melayani aktif di dalam tugas-tugas "keimamatan gereja" sebagai pengkotbah, pengajar untuk pemberdayaan kepemimpinan gereja Tuhan serta penatua dari beberapa komunitas-komunitas jemaat yang dirintis?(menurut pemahaman beberapa orang, itulah tugas-tugas keimamatan, meskipun bagi saya tugas-tugas keimamatan tidak sesempit itu). Jadi, bagaimana dengan saya... sebagai orang dari golongan raja atau golongan imam? Bagaimana dengan Rasul Paulus yang menunaikan tugas pelayanan sebagai rasul tetapi sementara itu di waktu yang sama dia juga membuat tenda untuk membiayai hidupnya dan pelayanannya sambil berkata: "supaya aku jangan menjadi beban bagi kamu...yang tidak bekerja janganlah ia makan"....Seorang imam atau raja-kah dia? Sejauh yang penulis amati dan pikirkan maka pemahaman yang keliru ini sangat rentan kepada manipulasi dari masing-masing golongan, lagipula dasar alkitabiahnya amat diragukan. Kitalah imam dan kitalah raja..yang mengabdi kepada Raja segala raja dan melayani sang Imam Besar kita, Yesus Kristus Tuhan. Worship Him only!

2 comments:

Anonymous said...

Ko wing, mungkin bisa ditambahkan beberapa contoh praktis menjadi IMAM dan RAJA dalam kehidupan sehari-hari yang bisa dipraktekan oleh semua orang percaya sehingga kehidupan sebagai Imam dan Raja tidak diartikan dengan sempit dan menyesatkan, contoh untuk para pria yaitu mendoakan istri dan anak dalam mezbah doa bersama, mendoakan teman kantor yang mengalami pergumulan dan membawa kepada Kristus, mengantar anak ke sekolah, membantu orang tua, mendengarkan keluhan istri, anak orang tua atau karyawan kita dikantor, bertanggungjawab memenuhi kebutuhan keluarga, menjadi teladan buat anak-anak kita, mengambil keputusan untuk keluarga dll mungkin rekan2 lain bisa tambahkan? Tks

Anonymous said...

Dikotomi golongan iman dan golongan raja hanya bentuk lain dari kendali dalam sebuah kehidupan orang percaya yang pada ujungnya "siapa mengendalikan siapa". Mustinya hanya Tuhan saja yang mengendalikan kita sebab dia Raja, Tuhan, Master.